2012-05-15

Si "Istri Belanda"


Tidur tanpa memeluk guling?
Malam sarat dengan kegelisahan. Tidurpun tak nyenyak. 
Ugh! Bakalan tersiksa sepanjang malam.

Hampir semua orang yang kukenal selalu tidur sambil memeluk guling. Beberapa dari mereka yang pindah ke luar negeri, tetap membawa guling dari Indonesia. Dan bahkan beberapa teman buleku, membawa serta guling ke negara asal mereka.

Namun, mungkin tak banyak yang mengetahui atau tak menyadarinya, kalau guling bukanlah 100% asli Indonesia.

Guling! Oh Guling!
Yang dalam bahasa Inggris disebut 'Dutch wife' atau 'istri Belanda'. Tidak percaya? Coba lihat di en.wiktionary.org. Disitu "istri Belanda" ini diartikan sebagai bantal panjang yang bisa dipegang dan dipeluk ketika tidur.

Si 'istri' yang satu ini tidak bisa protes, apalagi marah-marah kalau suami pulang malam. Mendengkur? Tentu saja tidak bisa. Kentut apalagi. Namun, sosok 'istri' seperti ini tidak sesuai dengan istri ideal versi Orde Baru, dengan jurus 3 M-nya, yakni macak yang berarti sosok berdandan agar suami "betah" dirumah, manak yang berarti sosok pelayan suami di tempat tidur dan kudu bertanggungjawab untuk memberikan anak, dan sosok yang harus pintar masak

Kok bisa, guling dibilang "istri Belanda"? Seperti kisah penjajahan pada umumnya, para serdadu tidak membawa serta istri mereka ke tanah jajahan. Selain berbahaya, tentu saja bikin nggak fokus bertugas di medan berbahaya. Nah, daripada harus mencari gundik selayaknya penjajah bangsa lain, para serdadu Belanda ini lebih memilih istri jadi-jadian alias guling untuk menemani tidurnya. Ini dilakukan agar mereka bisa berhemat, sehingga saat "mudik" tiba mereka bisa membawa uang yang banyak untuk keluarganya. Memiliki gundik tentu bikin boros, bukan?

Hal tersebut didukung pula dengan semangat mereka kala itu, yang sedang kental-kentalnya mempertahankan kemurnian identitas sebagai orang Belanda yang "adiluhung". Ini untuk membedakan mereka sebagai bangsa dengan kelas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa yang dijajahnya. Memiliki gundik akan memproduksi keturunan yang "campur"; tidak murni Belanda atau sudah "terpolusikan" dengan bangsa yang mereka jajah. Mereka anggap ini "turun kelas" dan berpotensi menggugat status quo mereka sebagai tuan yang paling berkuasa.

Lucunya, banyak priyayi-priyayi di Indonesia kala itu ikut-ikutan memiliki dan tidur dengan "istri Belanda" ini. Kok bisa? Tidak lain dan tidak bukan, karena mereka ingin "naik kelas" dengan instan. Seinstan memiliki wajah "Indo" yang bisa langsung dan mudah jadi bintang sinetron di jaman kekinian. Benar kan? Buktinya layar TV di Indonesia sekarang dipenuhi wajah-wajah "campur", bila perlu sampai aksen bahasanya dicampur aduk. Dulu yang "campur" atau "tidak murni" dianggap polusi, sekarang mereka dianggap prestasi.

Ah, memang nikmat sekali mengamati Si "istri Belanda" ini. Sebuah inovasi yang mampu membuat kita berpikir reflektif disaat sensitif alias ngantuk. Sungguh kreatif para Meneer Belanda kala itu. Dengan menggunakan kapuk empuk yang dimasukkan dalam kantong kain panjang, lahirlah guling.

Eh ternyata,"istri Belanda" ini memiliki saudara tua lho. Dia berasal dari kawasan Asia Timur, yang disebut jukbuinchikufujin, atau zhufuren. Dia terbuat dari bambusehingga dinamakan '"istri bambu". 
Tak bisa kubayangkan kalau yang kupeluk setiap malam adalah guling bambu.


Semakin ngantuk, semakin bangga aku akan inovasi ala Belanda ini. Andai semua lelaki menghargai inovasi ini tatkala istri tak bisa menemani. Aku yakin poligami tidak akan menghampiri. 
Selamat tidur! 


Referensi:

Foto:




0 comments:

Post a Comment

komen!